PROSES TARAQQI DALAM TASAWUF
(Takhally, Tahally dan Tajally)
Oleh : Adelina Nur Hidayah
Tasawuf ialah memilih jalan hidup secara zuhud dan menjauhkan diri
dari perhiasan hidup dalam segala bentuknya. Dalam pandangan sufi, manusia
cenderung kepada hawa nafsunya. Manusia dikendalikan oleh nafsu, bukan manusia
yang mengendalikan nafsu. Itulah sebabnya untuk memasuki kehidupan tasawuf,
seseorang harus menguasai nafsunya agar tidak sampai membawa pada kesesatan.
Pengertian Tasawuf menurut istilah dirumuskan dengan berbagai macam
definisi. Ada yang menyatakan bahwa intisari tasawuf ialah kesadaran akan
adanya komunikasi dan dialaog antara ruh manusia dengan Tuhan dengan mengasingkan
diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada dekat dengan Tuhan itu dapat
mengambil bentuk Ittihad (Bersatu dengan Tuhan).[1]
Tasawuf dianggap mengandung ajaran yang melemahkan etos kerja
misalnya dalam Tasawuf ada yang disebut wara (menjauhi perbuatan dosa), zuhud
(hidup sederhana), qana’ah (merasa puas dengan apa yang dimiliki).
Ditambah lagi dengan kebiasaan memabaca wirid, zikir dan doa yang menita banyak
waktu, sehingga menyita banyak waktu, sehingga mengurangi kesempatan untuk
mencari uang.
Memang Tasawuf memiliki ajaran seperti itu, tetapi tidak
dimaksudkan supaya menjadi orang yang malas, tidak disiplin dan tidak bekerja
keras. Ajaran tasawuf itu bertujuan agar tidak mencari uang dengan cara yang
haram, lupa dengan ajaran agama setelah kaya atau menyesali Tuhan ketika hidup
miskin.[2]
Adapun langkah – langkah
yang harus ditempuh. Pertama, Apa yang di maksud dengan Taraqqi
dalam Tasawuf? Kedua, Apa yang dimaksud dengan Takhally, Tahally
dan Tajally? Ketiga, bagaimana proses Takhally, Tahally dan Tajally
itu terjadi? Keempat, Apa manfaat dari itu semua? Berikut
pembahasannya:
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Tarraqi
Taraqqi(Pendakian) yaitu proses pengenalan Allah, melalui belajar
dan latihan.[3]
Apabila manusia mampu mengisi hatinya (setelah dibersihakan dari sifat – sifat
tercela) dengan sifat – sifat terpuji, maka ia akan menjadi cerah dan terang,
sehingga dapat lagi mendapat cahaya Ilahi.[4]
Untuk merehabilitis sikap yang tidak baik, menurut orang sufi tidak
akan berhasil apabila terapinya hanya dari aspek lahiriah saja. Itulah
sebabnya, pada awal memasuki kehidupan tasawuf, seorang muris harus melakukan
amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat. Tujuannya adalah untuk
mengendalikan hawa nafsu,menekannya sampai titik terendah.[5]
Pada dasarnya iman seorang dikatakan tidak sempurna kalau tidak
disertai dengan pelaksanaan ibadah, amal saleh, dan akhlak mulia. Pemahaman
seperti ini merupakan pendekatan sufistik. Sebab ilmu kalam atau teologi Islam
hanya membiarkan iman, dan fiqh Islam hanya membicarakan aspek hukum dalam
hubungan manusia dengan Tuhan.
Adapun kolerasi etos kerja dengan Tasawuf adalah merupakan pancaran
dari sikap hidup mendasar pemiliknya terhadap kerja. Etos kerja tidak terbentuk
oleh kualitas pendidikan dan kemampuan semata.
2.
Pengertian
Takhally
Yang dimaksud dengan Takhally itu sendiri ialah mengosongkan diri
dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi dengan cara
menjauhkan diri dari maksiat dan berusaha menguasai hawa nafsu. Takhally
(membersihkan diri dari sifat tercela) oleh sufi di pandang penting karena
semua sifat-sifat tercela merupakan dinding-dinding tebal yang membatasi
manusia dengan Tuhannya. Oleh karena itu, untuk dapat mendalami tasawuf
seseorang harus mampu melepaskan diri dari sifat tercela dan mengisinya dengan
akhlak-akhlak terpuji untuk memperoleh kebahagiaan yang hakiki.[6]
Dalam tarekat
Naqsyabandiyah ada 3 (tiga) metode yaitu takhalli, tahalli, dan tajalli.Langkah
pertama yang harus dilakukan pengamal tarekat atau salik adalah taubat dan
istighfar dari dosa besar maupun dosa kecil. Taubat dan istighfar bagi sisalik
ibarat suatu fundamental pada suatu bangunan atau ibarat akar dari sutu
pohon.Tidak mungkin jadi pengamal tarekat tanpa taubat nasuha dan istighfar
yang sungguh-sungguh dihayati dan dilaksanakan. Pembersihan dan pengosongan
diri rohani dari segala dosa dan noda,
dari segala sifat buruk dan tercela,
menghentikan segala perbuatan fakhsayak dan mungkar yang merusak, dan seterusnya
, itulah kajian yang dinamakan takhalli.
Setelah
melaksanakan takhalli tindakan selanjunya adalah mengisi tempat yang kosong itu
dengan amal-amal yang saleh, yang digerakkan oleh sifat-sifat yang terpuji,
yang tumbuh dari hati atau dari rohani yang telah bersih tadi.
Mensucikan diri
jasadi dan diri rohani harus simultan dan serentak. Dosa yang dilakukann oleh
jasadi, kita namakan dosa lahir, sedangkan dosa yang dilakukan oleh rohani kita
namakan dosa batin, sedangkan perbuatan itu sendiri kita nama kan maksiat batin
dan maksiat lahir, karena itu mensucikannya harus secara lahir dan batin.
a.
Mensucikan Diri
Dari Dosa lahir
Maksiat lahir
adalah segala perbuatan yang dikerjakan oleh anggota badan manusia yang merusak
diri sendiri atau orang lain, yang menimbulkan pengorbanan yan berbentuk benda,
pikiran atau perasaan.
Pada garis
besarnya ada 7 (tujuh) anggota badan manusia yang kalau dimanfaatkan untuk
kebaikan maka dia merupakan rahmat dan nikmat, tetapi kalau dilaksanakan untuk
kejahatan maka dia merupakan kedurhakaan dan kekufuran.
Ketujuh anggota
itu adalah:
1)
Mata
Mata seharusnya digunkan untuk melihat alam ini
sebagai bukti adanya tuhan, tidak untuk meliahat yang haram.
2) Telinga
Telinga seharusnya digunakan untuk mendengarkan
ajaran-ajaran agama,untuk memaslahatkan hidup didunia dan diakhirat, tidak
mendengar sesuatu yang mendorong kepada maksiat.
3) Mulut
Mulut
seharusnya digunakan untuk perbuatan baik dan bermanfaat.Tidak untuk mengatakan
perkataan-perkataan yang tidak baik, berdusta, dan seterusnya.
4)
Tangan
Tangan
seharusnya digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri
maupun masyarakat, bukan dipergunakan untuk merusak.
5)
Kaki
Kaki seharusnya
digunakan untuk mencari rezeki yang halal dan mengerjakan ibadah, tidak untuk
mencari rezeki yang haram dan berbuat maksiat.
6)
Perut
Perut seharusnya
diisi dengan makanan yang halal dan baik, tidak diisi dengan makanan yang
haram, untuk berbuat maksiat.
7)
Kemaluan
Kemaluan
seharusnya digunakan untuk mencari keturunan melalui menikah, tidak digunakan
untuk memuaskan syahwat dengan berzina dengan menghancurkan kehidupan
bermasyarakat.
Syekh Amin Al –
Kurdi mengatakan maksiat dan dosa lahir ini perbuatan-perbuatan yang
tercelah(Azab). (Amin AL- Kurdi 1994 : 389-390).
b.
Mensucikan Diri Dari Dosa Batin
Maksiat batin
yang menimbulkan dosa batin adalah sangat berbahaya, karena dia tidak terlihat
dan berada pada diri manusia itu sendiri. Maksiat batin inilah yang menimbulkan
dan membangkitkan maksiat lahir yang berbentuk kejahatan, kejahatan yang
dilakukan oleh anggota-anggota badan lahir.Maksiat batin tumbuh dan berkembang
oleh sebab jarang disucikan atau tidak pernah disucikan.
Syekh Amin
Al-Kurdi mengatakan bahwa maksiat batin itu sebagai sifat-sifat yang tercelah
dan itu merupakan najs-najis maknawiyah yang tidak mungkin orang mendekatkan
diri kepada Allah swt sebelum disucikan.
Pusat dari segala sifat yang tercela tadi
adalah hati nurani atau dari hati nurani manusia itu sendiri
Cara mensucikan
/ memberantas maksiat batin yang menimbulkan dosa batin adalah dengan berzikir
pada 7 (tujuh) tempat Latifal, yaitu : latifal qalbi, latifal ruh, latifal sir,
latifatul khafi, latifatul akhfa, latifat nafsun natikah dan latifatul kullul jasad,
cara berzikir pada latifah-latifah itu dan buahnya akan dijelaskan pada bagian
zikir lataif.
Mensucikan diri
jasadi dan diri rohani harus simultan dan serentak. Dosa yang dilakukann oleh
jasadi, kita namakan dosa lahir, sedangkan dosa yang dilakukan oleh rohani kita
namakan dosa batin, sedangkan perbuatan itu sendiri kita nama kan maksiat batin
dan maksiat lahir, karena itu mensucikannya harus secara lahir dan batin.[7]
3.
Tahally
Tahally disini ialah menghiasi/mengisi dari sifat dan sikap serta
perbuatan – perbuatan yang baik.[8]
Dengan kata lain, sesudah mengosongkan diri dari sifat yang tercela (Takhally),
maka usaha itu harus berlanjut terus ketahap Tahally (pengisian jiwa yang telah
dikosongkan tadi).
Tahalli secara harfiah berarti “mengisi” dan “menghiasi” diri atau
menyibukkan diri dengan sifat-sifat dan amal-amal terpuji yang digariskan dan
ditetapkan dalam syariat Islam.
Pengisian diri rohani dengan sifat-sifat mahmudah dengan
kegiatan-kegiatan ‘akhmalush shalihat’ adalah amat penting, karena kesibukan-kesibukan
baru, yaitu kegiatan amal kebaikan . Inilah yang dinamakan Inabah
artinya kembali kejalan yang hak atau benar, mengganti kebiasaan yang buruk
dengan kebiasaan yang baik.
Selanjudnya Syekh
Amin Al Kurdi menjelaskan, bukanlah yang dimaksud dengan mengosongkan
(takhalli) dari sifat-sifat tercelah dan mengisi tahalli dengan sifat-sifat
terpuji itu, menghabiskan atau memusnahkan semua sifat-sifat tercela tadi dan
mengganti dengan sifat-sifat terpuji yang baru. Sifat-sifat tercela dan
sifat-sifat terpuji, kedua duanya ada tertanam bibitnya pada diri manusia, yang
tidak mungkin kita musnahkan secara total dan menggantinya dengan yang baru.
Yang dapat dilakukan manusia adalah mangarahkan dan mebentuk suatu sifat kebiasaan
terpuji.Sifat sifat tercelah itu ibarat suatu penyakit menahun yang harus terus
menerus diobati dibawah pengawasan seorang dokter ahli, sehingga penyakitnya
tidak selalu kambuh. Demikian pulavlah halnya untuk mengobati sifat-sifat yang
tercela tadi, dilaksanakan dibawah pengawasan syekh Mursyid . (Amin
Al Kurdi 1994 : 390-391).
Adapun sikap – sikap yang dapat dibiasakan ialah sebagai berikut:
a.
Tobat
Tobat adalah minta ampunan Allah atas dosa yang pernah dilakukan.
Tetapi dalam tasawuf tobat berarti kembali, yakni kembali dari perbuatan
tercela menuju perbuatan terpuji, sebagaiman yang di ajarkandalam Islam. Oleh
karena itu, tobat tidak cukup hanya dengan ucapan dalam bentuk doa minta ampun,
tetapi harus disertai dengan tindakan yang nyata. Tobat adalah cara mendekatkan
diri kepada Allah.[9]
Al Ghazali mwngklasifikasi tobat kepada tiga tingkatan[10],
yaitu:
1)
Meninggalkan
kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan dan takut akan
siksaan Allah
2)
Beralih
dari situasi baik ke situasi yang lebih baik lagi.
3)
Rasa
penyesalan yang dilakukan semata – mata karena ketaatan dan kecintaan kepada
Allah.
b.
Zuhud
Zuhud ialah melepaskan diri dari kehidupan duniawi dengan
mengutamakan kehidupan akhirat.[11]
Salah satu ayat yang jelas dalalahnya dan kuat argumentasinya
dalam mengafirmasi hal adalah gambaran Allah mengenai dunia sebagai sesuatu
yang cepat berubah dan sirna.[12]
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ
وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ
وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ
فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ
وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا
مَتَاعُ الْغُرُورِ
Artinya: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah
antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti
hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.
Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
c.
Cemas
dan Harap
Dengan adanya rasa takut akan menjadi pendorong bagi seseorang
untuk meningkatkan pengabdiannya dengan harapan ampunan dan anugrah dari Allah.dan
takut kepada siksaan Allah dan takut amalnya ditolak oleh Allah. Untuk menyebut
rasa takut ada empat istilah yang dipakai dalam Al-Quran dan hadist yaitu
Khauf, Khasyyah, Rahbah dan Wajal. Tetapi yang sering dipakai Khauf.[13]
d.
Faqr
Faqr tidak berarti bahwa orang sebaiknya miskin, sehingga seolah –
olah tidak harus bekerja keras dalam mencari uang. Tetapi kalau hasilnya tidak
mencukupi kebutuhan, maka kenyataan itu harus diterima dengan ikhlas. Faqr
yaitu puas dan bahagia dengan apa yang dimiliki.
e.
Ridha
Maksudnya adalah menerima dengan lapang dada dan hati terbuka apa
saja yang datang dari Allah.
f.
Muraqabah
Muraqabah bisa diartikan sebagai segala aktivitas yang dilakukan
selalu ada perhitungan, seberapa jauh ia dapat menunaikan kewajiban dan sampai
dimana ia telah melakukan pelanggaran hukum Allah.
4.
Pengertian
Tajally
Tajally dapat dikatakan terungkapnya nur ghaib untuk hati.[14]Ada
saat tiba karunia dari Tuhanmu, maka siapkanlah dirimu untuk itu. Oleh karena
itu, setiap calon sufi mengadakan latihan jiwa (riyadah), berusaha untuk
membersihkan hatinya dari sifat- sifat tercela, mengosongkan hati dari sifat
yang keji ataupun dari hal – hal duniawilalu mengisinya dengan sifat – sifat
terpuji seperti : Ibadah.
Sudah maklum adanya bahwa kaum sufi juga gemar mendekatkan diri
kepada Allah dengan Ibadah ekstra. Hal ini telah di galakan dalam Al – Quran:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ
“dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada –
Ku” (QS. Adz – dzariyat (51): 56)
Menafsirkan ayat ini, Ibnu katsir mengatakan: “Artinya,
sesungguhnya, Aku ciptakan mereka untuk Aku perintahkan agar beribadah kepada –
Ku.[15]
Pada hakikatnya, baik ajaran Islam yang berkenaan dengan aspek
ibadah yang bersifat ritual maupun yang berkenaan dengan aspek muamalah, yang
membahas hukum, norma, atau aturan tentang tata cara berinteraksi sosial dengan
sesama manusia demi pendekatan diri kepada Allah Swt. Amal Ibadah seperti:
Shalat, Zakat, Puasa dan haji. Bertolak dari pandangan ini, maka kaum sufi
berupaya melaksanakan ibadah secara optimal dan penuh kesungguhan. Tidak
terbatas pada formalitasnya saja. Mereka senantiasa meningkatkan kuantitas dan
kualitas segala bentuk ibadah yang mereka amalkan.[16]
Tajalli merupakan kondisi kerohanian yang dapat menyaksikan cahaya
penjelmaan yang maha Kuasa dalam Ciptaan – Nya.[17]
Apabila Tuhan telah menembus hati hambanya dengan nur- Nya, maka
berlimpah ruahlah Rahmat dan Karunianya. Pada tingkatan ini, hati hamba akan
bercahaya terang benderang, dadanya terbuka luas, dan terangkat tabir rahasia
alam malakut dengan karunia Rahmat Tuhan tersebut.
tajalli menjadi empat tingkatan
a. Tajalli Af`al, yaitu tajalli Allah pada perbuatan seseorang,
artinya segala aktivitasnya itu disertai qudratn-Nya, dan ketika itu dia
melihat-Nya
b. Tajalli Asma`, yaitu lenyapanya seseorang dari dirinya dan
bebasnya dari genggaman sifat-sifat kebaruan dan lepasnya dari ikatan tubuh
kasarnya. Dalam tingkatan ini tidak ada yang dilihat kecuali hannya dzat Ash
Shirfah (hakikat gerakan), bukan melihat asma`.
c. Tajalli sifat, yaitu menrimanya seorang hamba atas sifat-siafat
ketuhanan, artinya Tuhan mengambil tempat padanya tanapa hullul dzat-Nya.
d. Tajalli Zat, yaitu apabila Allah menghendaki adanya tajalli atas
hamba-Nya yang mem-fana` kan dirinya maka bertempat padanya karunia ketuhanan
yang bisa berupa sifat dan bisa pula berupa zat, disitulah terjadi ketunggalan
yang sempurna. Dengan fana`nya hamba maka yang baqa` hanyalah Allah. Dalam pada
itu hamba tekah berada dalam situasi ma siwalah yakni dalam wujud allah semata.
Ahli tasawuf berkata bahwa tasawuf tidak lain adalah menjalani takhalli, tahalli, dan tajalli. Jalan yang ditempuh oleh para Sufi adalah jalan takhalli, tahalli, dan tajalli. Mengosongkan jiwa dari sifat buruk, menghiasi jiwa dengan sifat yang baik dengan tujuan untuk menyaksikan dengan penglihatan hati bahwa sesungguhnya tuhan itu tidak ada, hanya Allah SWT yang Ada, “Tidak ada tuhan (lâ ilâha) selain (illâ) Allah SWT dan Muhammad bin Abdullah adalah hamba, utusan, dan kekasih-Nya.”[18]
Ahli tasawuf berkata bahwa tasawuf tidak lain adalah menjalani takhalli, tahalli, dan tajalli. Jalan yang ditempuh oleh para Sufi adalah jalan takhalli, tahalli, dan tajalli. Mengosongkan jiwa dari sifat buruk, menghiasi jiwa dengan sifat yang baik dengan tujuan untuk menyaksikan dengan penglihatan hati bahwa sesungguhnya tuhan itu tidak ada, hanya Allah SWT yang Ada, “Tidak ada tuhan (lâ ilâha) selain (illâ) Allah SWT dan Muhammad bin Abdullah adalah hamba, utusan, dan kekasih-Nya.”[18]
5.
Manfaat
Takhally, Tahally, dan Tajally
Menghindari sifat buruk dan menghiasi diri dengan sifat mulia dapat
mempererat silaturahim dan persaudaraan antar-penganut agama Islam bahkan
dengan non-Islam. Justru mungkin itulah tujuan dari takhalli dan tahalli.
Itulah yang menjadi inti dari pengamalan tasawuf, yaitu menghindari segala
larangan Allah SWT dan hal-hal yang tidak memperoleh cinta-Nya serta menghiasi
diri dengan akhlak mulia6. Prof. Dr. Jalaluddin Rachmat (Kang Jalal)
berkata, “Dahulukan akhlak di atas fiqh”. Akhlak mulia itulah yang akan menjaga
persaudaraan antar-umat manusia.
Apabila dapat mengamalkan tasawuf dengan baik maka dapat
mengendalikan emosionalnya dengan baik pula.
Adapun cara untuk memperdalam rasa cinta kepada Allah dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.
Munajat
Adapun yang dimaksud dengan munajat ialah menyampaikan segala
keluhan, mengadukan nasib dengan untaian kalimat yang indah seraya memuji
keagungan Allah. Hal ini dapat dilakukan sewaktu selesai shalat Tahajud.
Latihan dengan ibadah seperti: perenungan, doa dan air mata adalah metode
memperdalam penghayatan rasa ketuhanan, sekali berjumpa ingin selalu bersama.
b.
Muraqabah
dan Muhasabah
c.
Memperbanyak
wirid dan zikir
d.
Tafakkur
e.
Zikrul
maut (mengingat kepada Allah akan kematian yang pasti akan terjadi)[19]
Dengan demikian, pada dasarnya mengamalkan Tasawuf bearti
mengorientasikan diri lahir – batin dengan berjuang (Mujahadah) seoptimal
mungkin agar jiwa kita dekat dengan Allah. Akan tetapi, upaya medekatkan diri
kepada Allah Swt. Tidak akan mencapai hasil kalau tidak diawali dengan penyucian
jiwa. Sebab, Allah Swt., zat yang Maha Suci tidak akan dapat didekati, kecuali
oleh orang – orang yang berjiwa suci pula. Dengan demikian, maka penyucian jiwa
itu berdampak pada kedamaian, kebahagiaan dan kesejukan kalbu.
C.
KESIMPULAN
1.
Taraqqi(Pendakian)
yaitu proses pengenalan Allah, melalui belajar dan latihan. Apabila manusia
mampu mengisi hatinya (setelah dibersihakan dari sifat – sifat tercela) dengan
sifat – sifat terpuji, maka ia akan menjadi cerah dan terang, sehingga dapat
lagi mendapat cahaya Ilahi.
Untuk merehabilitis sikap yang tidak
baik, menurut orang sufi tidak akan berhasil apabila terapinya hanya dari aspek
lahiriah saja. Itulah sebabnya, pada awal memasuki kehidupan tasawuf, seorang
muris harus melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat. Tujuannya
adalah untuk mengendalikan hawa nafsu,menekannya sampai titik terendah.
2.
Yang
dimaksud dengan Takhally itu sendiri ialah mengosongkan diri dari sikap
ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi dengan cara menjauhkan diri
dari maksiat dan berusaha menguasai hawa nafsu. Takhally (membersihkan diri
dari sifat tercela) oleh sufi di pandang penting karena semua sifat-sifat
tercela merupakan dinding-dinding tebal yang membatasi manusia dengan Tuhannya.
Oleh karena itu, untuk dapat mendalami tasawuf seseorang harus mampu melepaskan
diri dari sifat tercela dan mengisinya dengan akhlak-akhlak terpuji untuk
memperoleh kebahagiaan yang hakiki.
3.
Tahally
disini ialah menghiasi/mengisi dari sifat dan sikap serta perbuatan – perbuatan
yang baik. Dengan kata lain, sesudah mengosongkan diri dari sifat yang tercela
(Takhally), maka usaha itu harus berlanjut terus ketahap Tahally (pengisian
jiwa yang telah dikosongkan tadi).
Tahalli secara harfiah berarti
“mengisi” dan “menghiasi” diri atau menyibukkan diri dengan sifat-sifat dan
amal-amal terpuji yang digariskan dan ditetapkan dalam syariat Islam.
Pengisian diri rohani dengan
sifat-sifat mahmudah dengan kegiatan-kegiatan ‘akhmalush shalihat’ adalah amat penting, karena kesibukan-kesibukan
baru, yaitu kegiatan amal kebaikan . Inilah yang dinamakan Inabah.artinya
kembali kejalan yang hak atau benar, mengganti kebiasaan yang buruk dengan
kebiasaan yang baik.
4.
Tajally
dapat dikatakan terungkapnya nur ghaib untuk hati.[20]Ada
saat tiba karunia dari Tuhanmu, maka siapkanlah dirimu untuk itu. Oleh karena
itu, setiap calon sufi mengadakan latihan jiwa (riyadah), berusaha untuk
membersihkan hatinya dari sifat- sifat tercela, mengosongkan hati dari sifat
yang keji ataupun dari hal – hal duniawilalu mengisinya dengan sifat – sifat
terpuji seperti : Ibadah.
Sudah maklum adanya bahwa kaum sufi
juga gemar mendekatkan diri kepada Allah dengan Ibadah ekstra. Hal ini telah di
galakan dalam Al – Quran:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada – Ku” (QS. Adz – dzariyat (51): 56)
5.
Menghindari
sifat buruk dan menghiasi diri dengan sifat mulia dapat mempererat silaturahim
dan persaudaraan antar-penganut agama Islam bahkan dengan non-Islam. Justru
mungkin itulah tujuan dari takhalli dan tahalli. Itulah yang menjadi inti dari
pengamalan tasawuf, yaitu menghindari segala larangan Allah SWT dan hal-hal
yang tidak memperoleh cinta-Nya serta menghiasi diri dengan akhlak mulia6.
Prof. Dr. Jalaluddin Rachmat (Kang Jalal) berkata, “Dahulukan akhlak di atas
fiqh”. Akhlak mulia itulah yang akan menjaga persaudaraan antar-umat manusia.
REVERENSI
1. Tebba,
Sudirman. 2003. Membangun Etos Kerja dalam Perspektif Tasawuf. Bandung:
Pustaka Nusantara Publishing
2. Djaelani,
Abdul Qadir. 1996. Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf. Jakarta: Penerbit
Buku Andalan
3. Ismail,
Asep Usman. 2012. Tasawuf Menjawab Tantangan Global. Jakarta: Transhop
Printing
4. Asmaran.
1996. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo
5. An-Naisaburi,
Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi. 2013. Sumber Kajian Ilmu Tasawuf.
Jakarta: Pustaka Amani
6. Hajjaj,
Muhammad Fauqi. 2011. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta: Amzah
7.
http://komenkcb.blogspot.co.id/2012/03/konsep-takhali-tahali-dan-tajjali.html (diakses pada tanggal
12 januari 2017)
[1] Abdul
Qadir Djaelani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf. (Jakarta: Gema Insani
Press), hlm. 14.
[2]
Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja dalam Perspektif Tasawuf, hlm. 1.
[3] http://edefinisi.com/tag/pengertian-taraqi
(diakses pada 22 November 2016)
[4] Asmaran AS, Pengantar Studi Tasawuf. (Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hlm 71
[5]
Ibid., hlm 70
[6]
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2013), hlm. 72.
[7]
http://primepratama18.blogspot.co.id/2016/04/pengertian-takhalli-tahalli-tajalli.html
(diakses pada 11 januari 2017)
[8]
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2013), hlm. 73.
[9]
Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja dalam Perspektif Tasawuf, (Bandung:
Pustaka Nusantara Publishing), hlm. 63.
[10] Ahmad
Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, hlm. 73
[11]
Ibid.
[12]
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam&Akhlak,(Jakarta:Amzah), hlm.
27.
[13]Ahmad
Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, hlm.73
[14]Ahmad
Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, hlm.74
[15]
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam&Akhlak,(Jakarta:Amzah), hlm.
38.
[16]
Akhmad Saehuddin, Tasawuf Menjawab Tantangan Global, (Jakarta: Transhop
Printing), hlm. 73.
[17]
Mahjuddin, Akhlaq Thasawuf I. (Jakarta Pusat: Radar Jaya Offset, 2009),
hlm 232
[18]
http://komenkcb.blogspot.co.id/2012/03/konsep-takhali-tahali-dan-tajjali.html
(diakses pada tanggal 12 januari 2017)
[19]
Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, hlm.74
[20]Ahmad
Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf, hlm.74
mantap
BalasHapusTerimakasih ilmunya
BalasHapusTerima kasih ilmunya kk/akang/teteh
BalasHapus